
Menutup tahun 2025 dari Beijing, saya tidak mengklaim memiliki kemampuan meramal masa depan. Jika dinilai dari akurasi, prediksi sering kali gagal. Namun, bertahun-tahun sebagai jurnalis mengajarkan satu hal yang lebih berharga: mengetahui pertanyaan apa yang benar-benar penting untuk diajukan. Dan menjelang 2026, ada beberapa pertanyaan besar yang sulit dihindari, terutama ketika dunia baru saja melewati tahun penuh gejolak-perang tarif, pembatasan teknologi, dan pasar keuangan yang berayun tanpa arah pasti.
Salah satu isu paling menarik datang dari hubungan Amerika Serikat dan China. Pada akhir November, Menteri Keuangan AS Scott Bessent melontarkan ide yang terdengar hampir terlalu ambisius: Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping bisa bertemu langsung hingga empat kali sepanjang 2026. Pertemuan pertama direncanakan saat Trump berkunjung ke China pada April, disusul undangan balasan bagi Xi ke Amerika Serikat. Di paruh akhir tahun, kalender global menyediakan dua panggung besar lainnya-KTT APEC yang digelar China dan G-20 yang diselenggarakan AS.
Jika skenario ini terwujud, dunia akan menyaksikan intensitas pertemuan pribadi yang belum pernah terjadi sebelumnya antara dua pemimpin kekuatan terbesar dunia. Namun, pertanyaannya sederhana sekaligus mengkhawatirkan: apakah frekuensi pertemuan ini akan membawa stabilitas, atau justru memperbanyak gesekan?
Pengalaman 2025 memberi pelajaran penting. Setiap pertemuan tingkat tinggi antara Washington dan Beijing hampir selalu didahului oleh manuver politik dan ekonomi untuk memperkuat posisi tawar masing-masing. Tarif, pembatasan teknologi, dan kebijakan perdagangan sering kali digunakan sebagai alat tekanan. Dampaknya bukan hanya terasa di meja perundingan, tetapi juga mengguncang pasar keuangan global dan rantai pasokan dunia. Jika pola ini berulang pada 2026, dunia mungkin harus bersiap menghadapi periode ketidakpastian yang lebih sering dan lebih tajam.
Namun, ada sisi lain dari cerita ini. Sejak satu-satunya pertemuan langsung Trump dan Xi pada Oktober lalu, hubungan kedua negara tampak lebih tenang. China kembali membeli kedelai dari AS dan mengekspor magnet tanah jarang, sementara Washington menangguhkan biaya terhadap kapal-kapal China dan menunda langkah perdagangan terhadap industri semikonduktor Negeri Tirai Bambu. Langkah-langkah ini memberi sinyal bahwa dialog, meski singkat, mampu meredakan ketegangan yang sebelumnya memanas.
Jika satu pertemuan singkat saja bisa menghasilkan efek sebesar itu, bayangkan dampaknya jika empat pertemuan benar-benar terjadi dalam satu tahun. Stabilitas, atau bahkan kerja sama terbatas, akan menjadi kabar baik bagi dunia usaha dan pasar keuangan di kedua sisi Pasifik. Arus perdagangan bisa lebih terprediksi, dan risiko kejutan kebijakan mungkin berkurang.
Namun, tidak semua pihak akan merasa nyaman dengan dunia yang lebih "tenang" antara dua raksasa ini. Sekutu tradisional Amerika di Asia, seperti Jepang, mulai menunjukkan tanda-tanda kegelisahan. Laporan terbaru menyebutkan adanya kekecewaan di Tokyo atas minimnya dukungan Washington dalam perselisihan dengan Beijing, termasuk terkait isu Taiwan. Pernyataan pejabat AS yang menekankan bahwa Amerika bisa mendukung Jepang sambil tetap bekerja sama dengan China justru memperkuat kesan bahwa keseimbangan ini tidak mudah, dan tidak semua sekutu merasa diuntungkan.
Inilah dilema besar menuju 2026. Amerika tampaknya mencoba menyeimbangkan hubungan dengan China tanpa sepenuhnya mengorbankan sekutunya. Jika berhasil, dunia mungkin memasuki fase hubungan AS-China yang lebih stabil dan kurang konfrontatif. Namun, jika gagal, atau jika terlalu banyak pihak merasa ditinggalkan, tatanan global bisa bergeser ke arah yang lebih eksklusif-sebuah dunia "G-2" di mana dua kekuatan besar berbicara paling keras, sementara yang lain hanya bisa menyesuaikan diri. (az)
Sumber: Newsmaker.id
Gedung Putih telah memerintahkan pasukan militer AS untuk fokus hampir sepenuhnya pada penegakan "karantina" minyak Venezuela setidaknya selama dua bulan ke depan, kata seorang pejabat AS kepada Reute...
Presiden AS Donald Trump mengatakan pada hari Senin bahwa Amerika Serikat (AS) mungkin akan menyimpan dan mungkin juga menjual minyak yang telah disita di lepas pantai Venezuela dalam beberapa pekan t...
Presiden Vladimir Putin mengatakan ia bersedia membahas pengakhiran perang Rusia di Ukraina, meskipun ia menolak perubahan yang diinginkan Kyiv dan Eropa terhadap rencana perdamaian AS yang disusun be...
Presiden AS Donald Trump mengatakan Washington bersedia memberikan bantuan keamanan kepada Ukraina sebagai bagian dari kesepakatan untuk mengakhiri perang dengan Rusia. Ia menegaskan, dukungan keamana...
Presiden Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif tambahan 5% pada impor dari Meksiko jika negara tersebut tidak segera melepas pasokan air yang menurut pemerintah AS seharusnya dialirkan berdasar...
Harga minyak dunia bergerak sedikit lebih tinggi pada perdagangan hari ini, dengan Brent naik tipis ke sekitar US$62,3 per barel dan WTI di sekitar US$58,4 per barel, setelah pasar menimbang ketegangan geopolitik di Venezuela dan Nigeria plus...
Perak terus melaju kencang dan mencapai rekor tertinggi sekitar $75 per ounce, didorong oleh kombinasi permintaan industri yang kuat, pasokan yang ketat, dan ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed yang makin kuat. Kenaikan harga ini juga...
Emas Terus Memecah Rekor Didukung Kekhawatiran Global dan Fed: Harga emas kembali mencapai level tertinggi sepanjang masa di sekitar US$4.500 per ons pada perdagangan hari ini, didorong oleh tingginya permintaan safe‘haven di tengah...
Gubernur Bank Sentral Jepang (BOJ), Kazuo Ueda, menyatakan bahwa pencapaian inflasi 2% semakin mendekat, meskipun inflasi riil masih rendah. Ueda...
Ekonomi AS berekspansi pada kuartal ketiga dengan laju tercepat dalam dua tahun, didukung oleh pengeluaran konsumen dan bisnis yang tangguh serta...
Presiden AS Donald Trump menggunakan serangkaian unggahan di media sosial untuk menguraikan pandangannya tentang inflasi, suku bunga, dan...
Menjelang akhir kuartal dan terutama akhir tahun, pasar keuangan kerap mencatat fenomena yang dikenal sebagai window dressing ” di mana manajer...